Saturday, February 28, 2009

Lihat Kebunku, Penuh Dengan Bunga...

Bercocok tanam adalah cara memenuhi kerinduan saya akan penyatuan dengan alam, cara yang mudah dan murah, ketimbang harus mengeluarkan biaya perjalanan untuk mencari pegunungan hijau atau pantai yang airnya masih jernih. Meskipun hanya punya lahan sempit, mengamati pertumbuhan tanaman, menyaksikan bagaimana sebutir biji kecil dapat bertumbuh menjadi tanaman besar, sungguh sangat mengasyikkan. Terlebih lagi ketika tercium bau tanah basah waktu hujan pertama turun. Ada perasaan damai yang tak terlukiskan. Barangkali saja pada kehidupan sebelumnya saya adalah seorang petani, dan sisa sisa kesadaran masa lalu itu kini muncul dalam bentuk kecintaan akan tanah.

Jika anda suka bercocok tanam, tentu pernah sesekali menemukan gulma yang tumbuh tanpa diundang. Kadang-kadang bahkan anda dapat menemukan tanaman baru tumbuh, benih tanaman tersebut terbawa oleh serangga, tikus, hujan atau sebab lain. Yang mengherankan, demikian mudahnya benih tersebut tumbuh, sementara sering saya menanam benih yang sama, tapi tidak pernah mau bertumbuh. Sering juga saya sangat menyukai sejenis tanaman, tapi tiap kali saya tanam selalu saja mati. Di saat lain sebuah pucuk tanaman yang patah, jatuh ke tanah malahan membesar jadi tanaman baru.

Sama halnya sebuah benih, kebajikan membutuhkan ladang yang tepat pula. Benih sebagus apapun jika di tanam di ladang yang tidak cocok akan sulit untuk tumbuh dengan sempurna. Tiap ladang hanya cocok untuk benih tertentu. Dan jika belum terbiasa, semakin kita ingin untuk berbuat kebajikan, semakin terasa sulit untuk melaksanakan. Sebaliknya jika kita telah terbiasa, bahkan dalam setiap tindakan yang tak kita sengaja, kita justru berbuat kebajikan.

Nah, berbicara tentang gulma, suatu ketika entah darimana datangnya, di kebun tumbuh sebentuk tanaman, belakangan saya tahu namanya, daun sendok. Mulanya untuk memenuhi keingintahuan saya, seperti apa bentuk tanaman tersebut, saya membiarkan tanaman kecil tersebut membesar. Tanaman kecil, seperti halnya bayi, memang tampak lucu. Sampai suatu ketika tanaman tersebut menjadi besar, berbunga kecil kecil, nyaris tak tampak, dan berbuah banyak, kecil pula, memenuhi tangkai, mirip kikir besi. Bentuknya sama sekali tidak indah menurut pengamatan saya. Karenanya saya memutuskan untuk membunuh tanaman tersebut. Sangat mudah, hanya sekali cabut, buang ke tempat sampah, beres sudah, demikian perkiraan saya. Tapi apa yang terjadi?

Setelah itu saya harus bepergian beberapa lama, dan ketika pulang saya melongok ke kebun, ternyata tanaman tersebut sudah merata di seluruh lahan. Rupanya, para biji kecil tersebut sudah menyebar sebelum saya buang, dan makin menyebar pada waktu saya membawanya ke tempat sampah. Sungguh mengerikan melihat daunnya yang bundar dan jelek menutupi tanaman kesukaan saya yang mahal lagi indah, yang kini nyaris tewas. Dengan segera saya bergegas melaksanakan sapu bersih. Tiada tempat bagi keburukan.
Sampai suatu hari, saya menderita radang tenggorokan yang hebat, bahkan obat yang diberikan dokterpun tidak mampu meredakan rasa sakitnya. Saya jadi teringat, bahwa daun sendok mampu meredakan sakit tersebut. Tapi apa daya, saya sudah membuang semua tanaman tersebut? Nyaris putus asa saya berjalan di kebun, sampai di sudut saya melihat sebatang tanaman itu masih ada, sudah besar dan berbunga. Dengan segera saya memetik beberapa lembar, membersihkan, merebus dan meminum airnya. Ajaib sekali, rasa panas di tenggorokan saya berangsur angsur berkurang dan membaik.

Sejak saat itu saya melihat keindahan bentuknya, daunnya yang lebar bundar, dengan bunga putih mungil, dan buahnya yang kecil dan lucu. Sejak saat itu saya selalu menyisakan sedikit ruang bagi kemungkinan adanya peluang kebaikan dalam hal hal yang tidak saya sukai. Dan kini kebun saya penuh berbagai tanaman, yang semuanya berbunga indah.

No comments:

Post a Comment