Saturday, February 28, 2009

Gunakan Pinjaman Mu

Bayangkan ada sebuah bank yang memberi anda pinjaman uang sejumlah Rp.86.400,- setiap paginya. Semua uang itu harus anda gunakan. Pada malam hari, bank akan menghapus sisa uang yang tidak anda gunakan selama sehari. Coba tebak, apa yang akan anda lakukan? Tentu saja, menghabiskan semua uang pinjaman itu.

Setiap dari kita memiliki bank semacam itu; bernama WAKTU. Setiap pagi, ia akan memberi anda 86.400 detik. Pada malam harinya ia akan menghapus sisa waktu yang tidak anda gunakan untuk tujuan baik. Karena ia tidak memberikan sisa waktunya pada anda. Ia juga tidak memberikan waktu tambahan. Setiap hari ia akan membuka satu rekening baru untuk anda. Setiap malam ia akan menghanguskan yang tersisa. Jika anda tidak menggunakannya maka kerugian akan menimpa anda. Anda tidak bisa menariknya kembali. Juga, anda tidak bisa meminta "uang muka" untuk keesokan hari. Anda harus hidup di dalam simpanan hari ini. Maka dari itu, investasikanlah untuk kesehatan, kebahagiaan dan kesuksesan anda. Jam terus berdetak. Gunakan waktu anda sebaik-baiknya.

Agar tahu pentingnya waktu SETAHUN, tanyakan pada murid yang gagal kelas.
Agar tahu pentingnya waktu SEBULAN, tanyakan pada ibu yang melahirkan bayi prematur.
Agar tahu pentingnya waktu SEMINGGU, tanyakan pada editor majalah mingguan.
Agar tahu pentingnya waktu SEJAM, tanyakan pada kekasih yang menunggu untuk bertemu.
Agar tahu pentingnya waktu SEMENIT, tanyakan pada orang yang ketinggalan pesawat terbang.
Agar tahu pentingnya waktu SEDETIK, tanyakan pada orang yang baru saja terhindar dari kecelakaan.
Agar tahu pentingnya waktu SEMILIDETIK, tanyakan pada peraih medali perak Olimpiade.


Hargailah setiap waktu yang anda miliki. Dan ingatlah waktu tidaklah menunggu siapa-siapa.

Bisa Mati Kapan Saja

Seorang pria mendatangi Sang Guru, "Guru, saya sudah bosan hidup. Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apa pun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati saja. "Sang Guru tersenyum, "Oh,kamu sakit." "Tidak Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati."

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, Sang Guru meneruskan, "Kamu sakit. Dan penyakitmu itu dinamakan Alergi Hidup."
Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Sungai kehidupan ini mengalir terus, tetapi kita menginginkan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Resistensi kita,penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit.Yang namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam hal berumah tangga,bentrokan-bentrokan kecil itu lumrah. Persahabatan pun tidak selalu langgeng. Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa, dan menderita.
"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku," kata Sang Guru. "Tidak Guru, tidak! Saya sudah betul-betul bosan. Saya tidak ingin hidup," pria itu menolak tawaran sang guru."Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?" "Ya,memang saya sudah bosan hidup." "Baiklah, kalau begitu maumu. Ambillah botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi besok petang. Besok malam kau akan mati dengan tenang."

Giliran pria itu jadi bingung. Setiap guru yang ia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat hidup. Yang satu ini aneh. Ia malah menawarkan racun. Tetapi karena ia memang sudah betul-betul jemu, ia menerimanya dengan senang hati. Sesampai di rumah, ia langsung menenggak setengah botol "obat" dari Sang Guru. Dan... ia merasakan ketenangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya... Begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah. Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir.
Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai banget. Sebelum tidur, ia mencium istrinya dan berbisik, "Sayang, aku mencintaimu." Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya dan ia tergerak untuk melakukan jalan pagi. Pulang ke rumah setengah jam kemudian, ia melihat istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sang istri pun merasa aneh sekali. Selama ini, mungkin aku salah, "Maafkan aku, sayang."

Di kantor, ia menyapa setiap orang. Stafnya pun bingung, "Hari ini, Boss kita kok aneh ya?" Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap perbedaan pendapat. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya. Pulang ke rumah petang itu, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya,"Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu." Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, "Pa, maafkan kami semua. Selama ini Papa selalu stress karena perilaku kami."

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Seketika hidup menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum? Ia mendatangi Sang Guru lagi. Melihat wajah pria itu, Sang Guru langsung mengetahui apa yang telah terjadi, "Buang saja botol itu. Isinya air biasa kok. Kau sudah sembuh! Jika kau hidup saat ini, jika kau hidup dengan kesadaran bahwa engkau bisa mati kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Hilangkan egomu, keangkuhanmu. Jadilah lembut, selembut air, dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah jalan menuju ketenangan. Itulah kunci kebahagiaan."

Pria itu mengucapkan terima kasih, lalu pulang untuk mengulangi pengalaman sehari terakhirnya. Ia terus mengalir. Kini ia selalu hidup dengan kesadaran bahwa ia bisa mati kapan saja. Itulah sebabnya, ia selalu tenang, selalu bahagia!
Kita semua SUDAH TAHU bahwa kita BISA MATI KAPAN SAJA. Tapi masalahnya: apakah kita SELALU SADAR bahwa kita BISA MATI KAPAN SAJA? Nah!

Honesty is the best policy

If you plant honesty, you will reap trust
If you plant goodness, you will reap friends
If you plant humility, you will reap greatness
If you plant perseverance, you will reap victory
If you plant consideration, you will reap harmony
If you plant hard work, you will reap success
If you plant forgiveness, you will reap reconciliation
If you plant patience, you will reap improvements
But
If you plant dishonesty, you will reap distrust.
If you plant selfishness, you will reap loneliness
If you plant pride, you will reap destruction
If you plant envy, you will reap trouble
If you plant laziness, you will reap stagnation.
If you plant bitterness, you will reap isolation
If you plant greed, you will reap loss
If you plant gossip, you will reap enemies
If you plant worries, you will reap wrinkles

So be careful what you plant now, it will determine what you will reap tomorrow. Yes, someday, you will enjoy the fruits, or you will pay for the choices you plant today.

Benih Kejujuran

Seorang Raja merasa telah tiba waktunya untuk memilih penggantinya. Alih-alih memilih anaknya, Raja malah memutuskan untuk melakukan sesuatu diluar tradisi kerajaan. Dia memerintahkan seluruh pemuda di kerajaan berkumpul, kemudian mengumumkan sebuah sayembara. "Sudah tiba waktunya bagiku untuk turun tahta dan mencari pengganti. Aku memutuskan untuk memilih satu diantara kalian sebagai penggantiku."

Seluruh pemuda yang hadir saat itu sangat terkejut. Raja melanjutkan, "Hari ini aku akan memberikan kepada kalian masing-masing sebuah benih. Benih ini sangat special. Aku minta kalian menanam dan memelihara benih ini sebaik-baiknya. Satu tahun dari sekarang aku minta kalian berkumpul kembali dengan membawa tanaman yang berasal dari benih yang kuberikan ini. Dari tanaman itulah aku akan memberikan penilaian untuk memilih siapa yang pantas menjadi penggantiku!"

Seorang pemuda bernama Ling yang hadir saat itu, seperti yang lainnya, juga menerima sebuah benih. Setibanya di rumah, dengan gembira dia menceritakan apa yang dia dengar hari itu kepada ibunya. Sang ibu membantunya mencari sebuah pot dan mencari tanah yang cukup baik untuk menanam benih special tersebut. Ling menanam benih itu dan merawatnya dengan penuh perhatian. Setiap hari dia menyiram benih dan melihat apakah benih itu telah tumbuh.

Tiga minggu berikutnya, beberapa pemuda di desa Ling mulai membicarakan benih yang mereka tanam, yang saat itu telah mulai tumbuh menjadi tanaman. Ling yang dengan cermat mengamati dan merawat benihnya, tidak melihat apapun muncul dari dalam tanah, tiga minggu, empat minggu, lima minggupun berlalu, tetapi, benih yang ditanamnya tetap saja tidak tumbuh menjadi tanaman.

Sekarang, seluruh pemuda di desa yang mendapat benih dari raja, masing-masing sudah membicarakan tanaman mereka, tetapi Ling tidak, dia merasa gagal. Enam bulan berlalu, tapi benih di dalam pot milik Ling masih saja tidak menunjukkan tanda-tanda akan tumbuh menjadi tanaman. Ling berpikir mungkin dia telah membuat benih tersebut busuk dan tidak dapat tumbuh. Ketika semua teman-temannya membicarakan tanaman yang saat itu telah tumbuh menjadi pohon yang tinggi, Ling hanya bisa diam dan berharap agar benihnya bisa tumbuh.

Setahun berlalu. Kini tiba saatnya bagi seluruh pemuda di kerajaan tersebut untuk berkumpul kembali di istana sambil membawa tanaman mereka. Ling berkata kepada ibunya, dia tidak mau ke istana membawa pot kosong. Ibunya dengan sabar menasehatinya untuk tetap pergi walaupun dengan membawa benih yang tidak dapat tumbuh. Ling merasa sangat takut dan malu, tetapi dia tahu bahwa apa yang dikatakan ibunya benar. Dia harus belajar untuk berani menghadapi kenyataan dan bertanggungjawab. Maka berangkatlah Ling ke istana raja dengan membawa pot tersebut.

Setibanya di istana, Ling merasa sangat takjub dan kagum melihat aneka macam pohon yang tumbuh di pot milik teman-temannya. Pohon-pohon itu semuanya sangat indah, baik bentuk maupun ukurannya. Ling meletakkan potnya di lantai. Beberapa orang disekitarnya segera tertawa melihat pot miliknya yang kosong, ada juga yang merasa kasihan kepadanya.

Raja tiba di balairung istana dan segera berkeliling melihat pohon-pohon dan memberikan komentarnya setiap dia melihat pohon yang mengagumkan. “Benar-benar pohon-pohon yang cantik dan luar biasa. Hari ini salah seorang dari kalian akan terpilih sebagai raja, menggantikan diriku!" Tiba-tiba, Raja melihat Ling yang berdiri di barisan paling belakang dengan potnya yang tanpa tanaman. Dia memerintahkan petugas kerajaan untuk membawa Ling dan potnya ke depan. Ling sangat ketakutan. "Raja tahu aku telah gagal. Mungkin dia akan menjatuhkan hukuman!" Ketika tiba dihadapan Raja, Ling segera berlutut. Raja bertanya siapa namanya. "Nama saya Ling," jawabnya. Seluruh pemuda yang hadir di balairung istana mentertawakannya.

Raja memerintahkan semua diam. Dia menatap Ling, dan mengucapkan sesuatu kepada seluruh yang hadir di balairung istana saat itu, "Tunduk dan hormatilah Raja kalian yang baru, Raja Ling!" Ling tidak dapat mempercayai pendengarannya, bagaimana mungkin dia bisa terpilih, dia bahkan tidak melihat ada tanaman tumbuh dari benih yang ditanamnya.
“Setahun lalu, di ruang ini aku memberikan kalian masing-masing sebuah benih. Aku meminta kalian untuk menanam, merawat dan memelihara benih itu, hingga tiba saatnya bagi kalian untuk membawa kembali hasil jerih payah kalians selama setahun kembali ke istana ini. Tapi sesungguhnya benih yang kuberikan itu adalah benih yang tidak dapat tumbuh, walaupun kalian telah merawatnya sebaik mungkin. Kalian semua, kecuali Ling, datang membawa pohon dan tanaman, bahkan bunga-bunga. Ketika kalian mendapati benih yang kalian tanam tidak tumbuh, kalian segera menggantikannya dengan benih lain.

Hanya Ling yang memiliki keberanian serta kejujuran untuk datang kemari hari ini membawa dengan membawa benih yang sampai saat ini masih berada dalam potnya. Maka dialah yang layak menjadi Raja!"

Lihat Kebunku, Penuh Dengan Bunga...

Bercocok tanam adalah cara memenuhi kerinduan saya akan penyatuan dengan alam, cara yang mudah dan murah, ketimbang harus mengeluarkan biaya perjalanan untuk mencari pegunungan hijau atau pantai yang airnya masih jernih. Meskipun hanya punya lahan sempit, mengamati pertumbuhan tanaman, menyaksikan bagaimana sebutir biji kecil dapat bertumbuh menjadi tanaman besar, sungguh sangat mengasyikkan. Terlebih lagi ketika tercium bau tanah basah waktu hujan pertama turun. Ada perasaan damai yang tak terlukiskan. Barangkali saja pada kehidupan sebelumnya saya adalah seorang petani, dan sisa sisa kesadaran masa lalu itu kini muncul dalam bentuk kecintaan akan tanah.

Jika anda suka bercocok tanam, tentu pernah sesekali menemukan gulma yang tumbuh tanpa diundang. Kadang-kadang bahkan anda dapat menemukan tanaman baru tumbuh, benih tanaman tersebut terbawa oleh serangga, tikus, hujan atau sebab lain. Yang mengherankan, demikian mudahnya benih tersebut tumbuh, sementara sering saya menanam benih yang sama, tapi tidak pernah mau bertumbuh. Sering juga saya sangat menyukai sejenis tanaman, tapi tiap kali saya tanam selalu saja mati. Di saat lain sebuah pucuk tanaman yang patah, jatuh ke tanah malahan membesar jadi tanaman baru.

Sama halnya sebuah benih, kebajikan membutuhkan ladang yang tepat pula. Benih sebagus apapun jika di tanam di ladang yang tidak cocok akan sulit untuk tumbuh dengan sempurna. Tiap ladang hanya cocok untuk benih tertentu. Dan jika belum terbiasa, semakin kita ingin untuk berbuat kebajikan, semakin terasa sulit untuk melaksanakan. Sebaliknya jika kita telah terbiasa, bahkan dalam setiap tindakan yang tak kita sengaja, kita justru berbuat kebajikan.

Nah, berbicara tentang gulma, suatu ketika entah darimana datangnya, di kebun tumbuh sebentuk tanaman, belakangan saya tahu namanya, daun sendok. Mulanya untuk memenuhi keingintahuan saya, seperti apa bentuk tanaman tersebut, saya membiarkan tanaman kecil tersebut membesar. Tanaman kecil, seperti halnya bayi, memang tampak lucu. Sampai suatu ketika tanaman tersebut menjadi besar, berbunga kecil kecil, nyaris tak tampak, dan berbuah banyak, kecil pula, memenuhi tangkai, mirip kikir besi. Bentuknya sama sekali tidak indah menurut pengamatan saya. Karenanya saya memutuskan untuk membunuh tanaman tersebut. Sangat mudah, hanya sekali cabut, buang ke tempat sampah, beres sudah, demikian perkiraan saya. Tapi apa yang terjadi?

Setelah itu saya harus bepergian beberapa lama, dan ketika pulang saya melongok ke kebun, ternyata tanaman tersebut sudah merata di seluruh lahan. Rupanya, para biji kecil tersebut sudah menyebar sebelum saya buang, dan makin menyebar pada waktu saya membawanya ke tempat sampah. Sungguh mengerikan melihat daunnya yang bundar dan jelek menutupi tanaman kesukaan saya yang mahal lagi indah, yang kini nyaris tewas. Dengan segera saya bergegas melaksanakan sapu bersih. Tiada tempat bagi keburukan.
Sampai suatu hari, saya menderita radang tenggorokan yang hebat, bahkan obat yang diberikan dokterpun tidak mampu meredakan rasa sakitnya. Saya jadi teringat, bahwa daun sendok mampu meredakan sakit tersebut. Tapi apa daya, saya sudah membuang semua tanaman tersebut? Nyaris putus asa saya berjalan di kebun, sampai di sudut saya melihat sebatang tanaman itu masih ada, sudah besar dan berbunga. Dengan segera saya memetik beberapa lembar, membersihkan, merebus dan meminum airnya. Ajaib sekali, rasa panas di tenggorokan saya berangsur angsur berkurang dan membaik.

Sejak saat itu saya melihat keindahan bentuknya, daunnya yang lebar bundar, dengan bunga putih mungil, dan buahnya yang kecil dan lucu. Sejak saat itu saya selalu menyisakan sedikit ruang bagi kemungkinan adanya peluang kebaikan dalam hal hal yang tidak saya sukai. Dan kini kebun saya penuh berbagai tanaman, yang semuanya berbunga indah.

KIMSILA SUTTA - Perilaku yang Benar

Sariputta :
1. Orang dengan watak seperti apa, perilaku seperti apa, tindakan seperti apa, yang akan menjadi mantap sehingga mencapai kesejahteraan tertinggi?

Sang Buddha :
2. Dia adalah orang yang menghormat yang lebih tua; yang tidak iri hati, yang tahu saat yang tepat untuk menjumpai gurunya, yang tahu saat yang tepat untuk mendengarkan dengan penuh perhatian khotbah-khotbah yang dibabarkan dengan baik oleh gurunya itu.

3. Dia adalah orang yang menjumpai gurunya pada saat yang tepat; yang patuh, yang membuang kekeras-kepalaannya. Dia mengingat dan mempraktekkan ajaran, memiliki pengendalian diri dan moralitas.

4. Dia adalah orang yang bergembira dan bersuka cita dalam Dhamma dan yang mantap didalamnya; dia tidak berbicara bertentangan dengan Dhamma; dia tidak melakukan pembicaraan yang tidak bermanfaat, dia melewatkan waktunya dengan kata-kata yang benar, yang diucapkan dengan baik.

5. Setelah meninggalkan tawa, gosip, keluh kesah, niat buruk, penipuan, kemunafikan, ketamakan, kedengkian, temperamen buruk, ketidakmurnian dan kemelekatan, dia hidup bebas dari kesombongan, dengan pikiran yang mantap.

6. Intisari dari kata-kata yang diucapkan dengan baik adalah pemahaman. Intisari belajar dan memahami adalah konsentrasi. Kebijaksanaan dan pengetahuan orang yang terburu-buru dan sembrono tidak akan bertambah.

7. Mereka yang bergembira dalam ajaran yang diberikan oleh Orang-orang Suci memiliki keunikan dalam ucapan, pikiran dan tindakan. Mereka mantap dalam kedamaian, kelembutan dan meditasi, serta memperoleh intisari ajaran dan kebijaksanaan.

Sumber: Sutta-Nipata

Rumah

Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah perusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut pada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja, ia akan kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.

Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia lalu meminta tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah untuk dirinya. Walaupun merasa terpaksa, tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan. Ia ingin segera berhenti. Pikirannya tidak sepenuhnya dicurahkan, dengan ogah-ogahan dikerjakannya proyek itu.

Akhirnya selesailah rumah yang diminta. Hasilnya bukanlah sebuah rumah baik. Sungguh sayang, ia harus mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan. Pemilik perusahaan datang untuk melihat rumah yang dimintanya dan menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. "Rumah ini adalah milikmu," kata sang pemilik perusahaan. "Hadiah dari saya sebagai penghargaan atas pengabdianmu selama ini."
Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya. Seandainya saja ia tahu bahwa sesungguhnya ia mengerjakan rumah untuk dirinya sendiri, ia tentu akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang tak terlalu bagus, hasil karyanya sendiri.

Itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yang lebih memilih membangun kehidupan dengan usaha yang ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang terbaik. Bahkan, pada bagian-bagian terpenting dalam hidup, kita tidak memberikan yang terbaik. Pada akhir perjalanan, kita terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri. Seandainya kita sadar, sejak semula kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.
Renungkan bahwa kita adalah si tukang kayu. Renungkan rumah yang sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap.

Mari kita selesaikan rumah kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya sekali saja dalam seumur hidup. Hidup kita esok adalah akibat sikap dan pilihan yang kita perbuat hari ini. Hidup adalah proyek yang kita kerjakan sendiri.